Enjoy your life !!!





Kamis, 14 Mei 2015

TENTANG KEHIDUPAN SEKOLAH DASAR

               Mengajar dan mendidik sudah menjadi hal yang wajar sekiranya bagi seorang guru. Selama enam hari bertatap muka dengan siswanya entah di dalam kelas atau di luar kelas, sudah menjadi rutinitas dan tugas pendidik. Mulai dari menyiapkan rencana pembelajaran sampai implementasinya dalam pembelajaran. Persiapannya pun tak semata-mata hanya duduk manis di kelas lalu memberikan soal dan selesai sudah. Kalo dilihat dari rencana saja sudah akan menyita waktu untuk berpikir bagaimana skenario pembelajaran esok hari akan dilakukan. Belum lagi ketika guru harus dihadapkan oleh beberapa pilihan ketika rencana belajarnya tidak berjalan sesuai semestinya. Bisa saja skenario itu akan lenyap karena skenario yang telah tersusun rapi dibuat berantakan oleh banyak karakter anak di dalam kelas yang haus akan perhatian. Wajar sih wajar, ya beginilah indahnya mengajar anak SD. Mulai dari ribut, tidak suka dengan gaya belajar pada saat itu, ada yang tertinggal dan perlu bimbingan khusus, dan ada biang onar di kelas itulah beberapa tantangan yang dihadapi. Nah maka dari itu apabila skenario tidak berjalan perlu berpikir keras untuk menyiapkan opsi pembelajaran lain yang tidak mengacaukan kelas. lagi dan lagi perlu keterampilan mengalihkan pembelajaran dengan cara lebih dimengerti. Mengubah situasi secara kilat pun mesti dilakukan.

 Saya selama terjun langsung ke kehidupan mengajar Sekolah Dasar benar-benar memeroleh tantangan yang begitu nyata dan unik. Karakter setiap kelas dan setiap anak benar-benar hebat. Banyak karakteristik siswa yang mesti diselami supaya pembelajaran bisa berjalan dengan baik. Kalau boleh dibilang guru harus “ngemong” entah itu kelas rendah atau kelas tinggi. Kebanyakan orang bilang mungkin mengajar itu gampang, mungkin dengan sudut pandang mengajar hanya memberikan informasi dan siswa tahu sudah itu saja. Kenyataannya? Tidak sesederhana itu. Kalau supaya siswa tahu dan paham saja bisa, tapi tidak bakal semua karena masing-masing memiliki kecepatan berbeda dalam menerima informasi. Itu saja sudah tantangan tersendiri untuk membuat anak dalam kelas maju bersama beriringan. Belum lagi nanti tingkah laku mereka yang dalam usianya sedang senang menirukan apa yang mereka lihat dan dengar. Imitasi adalah fase mereka saat itu dan perlu pengarahan dari seorang guru untuk mendidik mereka supaya terarah dan memiliki sikap santun dimana pun mereka berada. Era globalisasi sekarang menuntut guru untuk melakukan pembentukan karakter siswa yang berbudi pekerti luhur.

Saya rasa pembukaan cerita sudah terlalu panjang,hehe. Kembali ke cerita yang sebenarnya akan saya sampaikan. Banyak sekali kejadian di sekolah yang membuat saya terkadang sedih, senang, bangga, puas, kecewa dan semua perasaan sudah pernah saya rasakan dan teraduk menjadi satu di lingkungan ini. Menghadapi anak-anak sd sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Ada perbedaan sensasi mengajar kelas rendah (1-3) dan kelas tinggi (4-6). Perlakuan kepada mereka beda pula. Perlu kesabaran ekstra untuk mengajar kelas rendah, tapi untuk kelas tinggi juga sebetulnya sama saja. Bedanya kalau kelas tinggi sudah lebih mengerti dan mudah untuk dikendalikan ketika ribut, tapi kelas rendah kalau sudah ribut.....argggghhhh.... harus kuat iman dan sabar dengan tingkah laku mereka. Khususnya kelas satu dan dua, mereka masih senang untuk bermain. Ya karena masih dalam fase perkembangannya. Kalau untuk siswa kelas ini ada rasa geli, lucu dan gemas oleh tingkah mereka. Misalnya saja ada yang tahu-tahu berkelahi di kelas, semua anak maju tanpa disuruh untuk bertanya apa tulisannya benar padahal sudah diberi contoh di papan tulis, nah ini yang khas yang melekat pada jiwa mereka baik laki-laki atau perempuan sama saja kebanyakan mahir memainkan tangan mereka yang gatal dengan memukul-mukul meja(saya dulu juga begitu sebagai siswa,hoho). Ada saja setiap kali mengajar terkekeh dengan tingkah polos mereka untuk diajarin suatu hal tapi kalau sudah memancing emosi naudzubilah darah sudah berasa di ubun-ubun. Mau marah salah tidak marah ntar darah tinggi, hehe. Intinya mengajar kelas rendah ini perlu jiwa asuh dan ekstra sabar yang tidak boleh dibatasi. Perlu kontrol diri untuk tidak marah-marah di depan anak-anak karena nanti akan berakibat serangan mental kepada mereka dan sampai sekarang pun saya masih gagal, haha. Saya masih labil dan jiwa muda saya masih bergejolak untuk marah-marah, masih perlu banyak belajar kontrol diri dan manajemen kelas. Masih payah aku mah.

Beda sensasi dengan mengajar kelas tinggi. Siswa dari kelas ini bisa dikatakan sudah lebih “ndolor” kata orang jawa. Mereka sudah lebih mengerti instruksi dan mimik bahasa tubuh saya kalau tidak menyukai sikap dari mereka yang menyimpang. Mereka lebih mudah dan siap untuk diarahkan. Tapi kembali ke sifat kekanakan mereka ya sama saja ketika sudah mengalami fase jenuh pasti akan melakukan hal yang lebih mengasyikan. Bedanya mereka menyalurkan ke hal lain seperti misalnya malah menggambar di buku ketika pelajaran, menulis surat, atau membuat mainan selama mereka tidak mendapat teguran. Di fase kelas ini juga siswa mulai berpikir kritis, apa yang disampaikan guru tidak serta merta mereka terima. Pernah saya salah dalam menjelaskan materi dan ada kesalahan dan di protes, hehe. Itu juga menjadi teguran bagi saya untuk lebih teliti lagi. Ada lagi ketika muncul pertanyaan yang super sekali dari mulut mereka dan membuat saya gelagapan untuk menjawab. Sejenak saya berpikir lebih baik saya jadikan PR saja daripada saya harus menjawab asal dan harus membohongi mereka dengan jawaban ngawur. Toh itu juga bukan berarti guru tahu segala hal, manusia tempat lupa. Bukan berarti guru yang tidak bisa menjawab pertanyaan muridnya akan merasa rendah dihadapan muridnya. Justru ini sebagai cambuk untuk saya dan pendidik lain untuk terus belajar sepanjang hayat. Lebih baik jujur kepada siswa saat belum tahu pasti jawaban dari pertanyaan siswa daripada menuruti gengsi yang justru menjerumuskan mereka. 

Bersikap terbuka melatih siswa untuk mengerti dan mengakui keterbatasan kita sebagai manusia serta melatih kejujuran ketika kita tidak tahu akan sesuatu hal. Kebanyakan siswa akan diam ketika ditanya ada tidak yang belum jelas atau ada pertanyaan dan akan membisu ketika diberi pertanyaan. Perlu untuk melatih mereka berani mengungkapkan pendapat dan pertanyaan. Saya juga pernah mengalami didebat oleh anak-anak yang notabene bintang kelas. Dari mereka juga saya belajar ternyata anak-anak ini punya cara tersendiri menyelesaikan suatu masalah. Saya sangat senang dan bangga kalau berhadapan dengan mereka. Hal ini berarti mereka ada kemauan untuk menjadi beda. Jujur saja kalau soal mengajar saya lebih menyukai mengajar siswa kelas tinggi dibanding kelas rendah. Alasan utama ya itu, saya masih membatasi kesabaran saya. Untuk berhadapan dengan siswa kelas rendah masih payah. Jiwa ngemongnya belum ada hehe. Kalau kelas tinggi ya karena itu mereka sudah sedikit lebih “ndolor” dan tinggal diarahkan. Walaupun sebenarnya menjadi guru SD harus siap dengan segala hal dan segala kondisi. Hal ini masih menjadi pelecut semangat saya dalam memerbaiki diri. Semoga saya diberi kesempatan untuk menjadi pribadi lebih baik dan siap dalam mengarungi dunia pendidikan yang nantinya melejitkan tunas-tunas muda pengharum nama bangsa.

TETAP MENGABDI DEMI NEGERI WAHAI PENDIDIK, BELAJAR SEPANJANG HAYAT DAN TETAP SELALU BERSYUKUR.