Enjoy your life !!!





Senin, 01 Oktober 2012

KETERAMPILAN BERBICARA DI SD

1.        HAKIKAT DAN PERANAN BERBICARA

Berbicara secara umum dapat diartikan  suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdibud, 1984/1985:7). Menurut Tarigan (1983:15), berbicara adalah  kemampuan mengucapkan bunyi – bunyi artikulasi atau kata – kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berbicara pada hakikatnya adalah pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Terjadi pemindahan pesan dari komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Selanjutnya simbol yang diterima komunikan diubah menjadi umpan balik dimana komunikan memahami pesan yang disampaikan komunikator.

Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan berbahasa yang saling berhubungan.  Melalui berbicara , seseorang menyampaikan informasi menggunakan bahasa lisan dan melalui menyimak seseorang menerima informasi dari orang lain. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik maka ia akan memiliki keterampilan menyimak yang baik pula begitu juga sebaliknya.

Keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis dan membaca apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik maka biasanaya ia juga memiliki keterampilan menulis dan membaca yang baik juga dalam menyampaikan suatu informasi.

2.        PERBEDAAN RAGAM LISAN DAN RAGAM TULIS

Ada dua ragam komunikasi yang digunakan manusia melalui bahasa, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam tulisan. Sebagaimana diungkapkan oleh Moeliono (Ed.), bahwa ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan (1988: 6).Dalam penggunaannya, kedua ragam ini pada umumnya berbeda. Penggunaan ragam bahasa lisan mempunyai keuntungan, yaitu karena bahasa ragam lisan digunakan dengan hadirnya peserta bicara, maka apa yang mungkin tidak jelas dalam pembicaraan dapat dibantu dengan keadaan atau dapat langsung ditanyakan kepada pembicara. Hal ini menunjukan bahwa peranan penggunaan bahasa ragam lisan itu penting. Berkaitan dengan ini, Pateda (1987: 63) menyebutkan bahwa ada empat alasan mengapa bahasa lisan itu penting dalam komunikasi, yaitu (1) faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakannya, (2) faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakan, (3) dapat disesuaikan dengan situasi, artinya meskipun gelap orang masih bisa berkomunikasi, dan (4) faktor efisiensi, karena dengan bahasa lisan banyak yang dapat diungkapkan dalam waktu yang relatif singkat dan tenaga yang sedikit. Sebaliknya, berbeda halnya dengan penggunaan ragam bahasa tulisan. Apa yang tidak jelas dalam bahasa tulisan tidak dapat ditolong oleh situasi seperti bahasa lisan.

Dalam bahasa lisan, apabila terjadi kesalahan, pada saat itu pula dapat dikoreksi, sedangkan dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Badudu (1985: 6) menjelaskan pula perbedaan bahasa lisan dan tulisan. Menurutnya, bahasa lisan lebih bebas bentuknya daripada bahasa tulisan karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur, sedangkan dalam bahasa tulisan, situasi harus dinyatakan dengan kalimat-kaliamt. Di samping itu, bahasa lisan yang digunakan dalam tuturan dibantu pengertiannya, jika bahasa tutur itu kurang jelas oleh situasi, oleh gerak-gerak pembicara, dan oleh mimiknya.

Dalam bahasa tulisan, alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada. Itulah sebabnya, bahasa tulis harus disusun lebih sempurna.Dalam penggunaan bahasa lisan, saran-saran suprasegmental memberi sumbangan yang berarti terhadap keberhasilan suatu komunikasi. Saran suprasegmental itu, antara lain gejala intonasi yang berupa aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, dan keras lembutnya suara. Penggunaan bahasa lisan, meskipun kalimat yang diucapkan oleh seorang pembicara tidak lengkap, kita dapat menangkap maknanya dengan melihat lagu kalimatnya serta gerak-gerik tangan, mata dan anggota badan lainnya. Dalam hal ini Uhlenbeck dalam Teeuw (1984: 27) pun menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi tidak tergantung pada epek sarana-sarana lingual saja, pemahaman pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang subtil dari data pengetahuan lingual dan ekstra lingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif (berdasarkan pengetahuan dan penapsiran).

3.        BENTUK – BENTUK BERBICARA

Berbicara dibagi menjadi dua bidang yaitu berbicara terapan atau fungsional dan pengetahuan dasar berbicara. Dengan kata lain berbicara sebagai seni dan  sebagai ilmu. Berbicara sebagai seni menekankan  penerapan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat seperti (1) berbicara di muka umum, (2) diskusi kelompok, (3) debat, sedangkan berbicara sebagai ilmu menelaah (1) mekanisme berbicara dan mendengar, (2) latihan dasar tentang ujaran dan suara, (3)bunyi – bunyi bahasa, dan (4) patologi ujaran.

Berbicara secara garis besar dapat dibagi atas (1) berbicara di depan umum atau public speaking dan  (2) berbicara pada konferensi atau conference speaking. Berdasarkan aspek lain seperti arah pembicaraan (berbicara satu arah seperti pidato dan ceramah dan multi arah seperti diskusi dan konversasi). Berdasarkan aspek tujuan (persuasi, argumentasi, agitasi, instruksional, rekreatif). Sedangkan dari aspek suasana dapat dikelompokkan ke dalam berbicara formal dan non formal.
4.        ASPEK BERBICARA DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

·      Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara
Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada  audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara.  Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan a) penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.

Faktor  penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut. Faktor kebahasaan, meliputi :

a) ketepatan ucapan,
b) penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang sesuai,
c) pilihan kata,
d) ketepatan penggunaan kalimat serta  tata bahasanya,
e) ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan  faktor nonkebahasaan, meliputi
f) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku,
g) pendangan harus diarahkan ke lawan bicara,
h) kesediaan menghargai orang lain,
i) gerak-gerik dan mimik yang tepat,
j) kenyaringan suara,
k) kelancaran,
l) relevansi, penalaran,
m) penguasaan topik.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor urutan kebahasaan  (linguitik)  dan non kebahasaan (nonlinguistik).

·      Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara
Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan  dalam kegiatan berbicara, yaitu:
1) Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.
2) Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian tubuh, dan
3) Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.


5.        PENGAJARAN BERBICARA

·      Pendekatan
Pendekatan dalam pembelajaran kemampuan berbahasa dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik. Menurut Muchlisoh (1996:15)  mengemukakan bahwa pendekatan merupakan cara yang dianggap terbaik untuk mencapai sesuatu.  Pendekatan adalah suatu  metode atau  cara  yang digunakan untuk mengatasi permasalahan  dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi ini sesuai dengan harapan dalam  proses belajar mengajar, yaitu siswa dapat memahami suatu konsep pengetahuan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan  itu sendiri, pendekatan dalam proses belajar mengajar selalu mengalami perkembangan.

Oka  (Harjasujana, 1997:187) mengatakan bahwa pendekatan pengalaman berbahasa adalah metode pengajaran penguasaan keterampilan berbahasa yang menggabungkan pembelajaran berbicara dengan pengalaman bahasa anak yang meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek yang harus diperhatikan dalam pembelajaran itu meliputi kemampuan berpikir dan kemampuan mengungkapkan bahasa.
Menurut Harjasujana (1997:197), hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pendekatan Pengalaman Berbahasa (PPB) adalah :
1) PBB merupakan suatu pendekatan pengajaran.
2) Materi ajar digali dari pembelajar sendiri atau pengalaman berbahasa si pembelajar itu sendiri.
3) Pelaksanaan pembelajarannya melibatkan seluruh aspek keterampilan berbahasa siswa secara integratif.
Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Keunggulan Pendekatan Pengalaman Berbahasa adalah sebagai berikut.
1. Sifat Pendekatan Pengalaman Berbahasa dimulai dengan soal perkembangan bahasa anak. Maksudnya, materi bahan ajar yang digunakan untuk pengajaran berbicara sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak. Tugas untuk memilih bahan yang cocok menjadi ringan karena wacana yang digunakan sudah dengan sendirinya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak.
2. Sifat  Pendekatan Pengalaman Berbahasa mengintegrasikan semua kegiatan kebahasaan. Dalam pelaksanaan proses  pembelajaran, anak-anak mendengarkan, berbicara, membaca, dan terkadang menuliskan wacana yang tengah dikembangkan.
3.  Pendekatan Pengalaman Berbahasa mempunyai sifat wajar.
4. Pendekatan Pengalaman Berbahasa tidak memerlukan banyak biaya.Suatu pendekatan yang diterapkan pasti memiliki kelemahan di balik keunggulannya.
Kelemahan Pendekatan Pengalaman Berbahasa adalah sebagai berikut.
1. Sifat Pendekatan  Pengalaman Berbahasa hanya digunakan pada pengajaran penguasaan ketrampilan berbahasa tingkat awal. Selanjutnya, Pendekatan Pengalaman Berbahasa dapat dikembangkan pada pengajaran penguasaan keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis untuk tingkat lanjut. Hal ini dapat dikembangkan karena ada anak-anak yang duduk di kelas atas namun kemampuan penguasaan keterampilan berbahasanya masih berada pada peringkat permulaan.
2. PBB menuntut waktu yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendekatan yang lain.
3. PBB  menuntut agar selalu menyadari adanya sejumlah keterampilan dan sejumlah kosakata sehingga guru harus mengetahui apa yang akan diajarkan dan kapan mengajarkannya.
Dari paparan di atas dapat  disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pengajaran kemampuan berbahasa dengan menggunakan pendekatan pengalaman berbahasa ada beberapa keunggulan dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu,  alangkah baiknya jika kelemahan-kelemahan tersebut diatasi    terlebih dahulu.
Cara mengatasi kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Guru terlebih dahulu harus mengetahui taraf keterampilan berbahasa siswa. Setelah itu guru dapat menerapkan Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
b. Karena  Pendekatan Pengalaman Berbahasa menuntut waktu yang lebih banyak dari metode yang lain, maka guru terlebh dahulu membuat metode yang tepat dalam pembelajran berbicara denga Pendekatan Pengalaman Berbahasa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat tujuan pembelajaran dapat tercapai.c. Karena dalam pembelajaran menggunakan Pendekatan Pengalaman Berbahasa melibatkan semua keterampilan berbahasa seperti menyimak, membaca, dan menulis, serta sejumlah kosakata, maka guru harus dapat memilih tema-temayang sesuai dengan kemampuan berpikir anak, dan kapan harus mengajarkannya kepada siswa.
c. Tujuan dan Asumsi Pendekatan Pengalaman Berbahasa
Menurut Space (Harjasujana, 1997:198) asumsi dasar penggunaan PBB ini adalah ekspresi bahasa lisan siswa yang didasarkan pada pikiran, perasaan, dan pengalamannya sendiri yang dapat ditulis dan dibca. Kegiatan ini dapat disamakan sebagaimana halnya siswa membaca ide-ide orang lain yang telah dituangkan ke dalam wujud tulisan.  Menurut Huff (Harjasujana, 1997:198) Pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan bahwa anak-anak akan lebih mudah mengenali tulisannya sendiri, karena kata-kata yang tertuang dalam tulisan tersebut merupakan refleksi atau cerminan dari kehidupannya sehari-hari. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang akrab dengan kehidupannya yaitu bahasa yang menggambarkan latar belakang pengalaman pribadinya.
Pendekatan Pengalaman Berbahasa merupakan suatu pendekatan yang bisa digunakan untuk pengajaran berbicara yang diikuti  oleh keterampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Bahasa lisan anak merupakan landasan utama dalam pengelolaan pembelajaran berbicara. Pendekatan Pengalaman berbahasa ini sangat menekankan arti pentingnya kondisi awal pembelajar dalam hal kemampuan bahasa lisan. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran berbicara senantiasa diawali oleh penggalian pengalaman berbahasa anak yang diungkapkan secara lisan, kemudian direkam ke dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk kaset. Hasil rekaman inilah yang kemudian dijadikan alat untuk pembelajaran berbicara. Dengan kata lain, pendekatan Pengalaman Berbahasa menganut pandangan belajar dari anak, untk anak, dan oleh anak.
Harapan dari pembelajaran dengan pendekatan seperti ini adalah pembelajar akan lebih berhasil manakala sejak awal si pembelajar meyakini dirinya mampu dan bisa melakukan sesuatu. Dengan bahan ajar yang digali dari siswa sendiri, siswa diharapkan lebih mudah memahami dalam pembelajaran. Dengan cara seperti ini siswa akan memiliki rasa percaya diri dan menganggap semua yang dipelajari adalah sesuatu yang bermakna (memiliki nilai guna). Prosedur PBB dalam Pembelajaran Berbicara
 Prosedur Pendekatan Pengalaman Berbahasa dalam pengajaran berbicara memiliki empat langkah sebagai berikut.
1) Mengidentifikasi minat, latar belakang pengalaman, dan fasilitas bahasa lisan anak. Pada langkah ini, guru berdialog atau mengadakan percakapan ringan  dengan anak. Misalnya bertanya tentang nama, kesukaan, tentang berita atau kejadian aktual di sekitar lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sekolah. Langkah ini dimaksudkan untuk merancang dan membangkitkan skemata anak, sehingga dia dapat mengeluarkan pikiran dan perasaannya pada saat guru memintanya.
2) Merencanakan dan mendiskusikan pengalaman anak atau topik tertentu yang dipilih anak. Langkah ini dimaksudkan untuk menggali pengalaman bahasa anak. Melalui rangsangan tertentu yang kemudian dijadikan topik diskusi, guru membimbing anak untuk dapat mengekspresikan pengalamannya melalui bahasa lisan.
3) Mencatat dan merekam bahasa (cerita) anak.
Pembelajaran pada tahap ini, siswa menuliskan ataupun membacakan hasil tulisannya di depan kelas. Hal ini dimaksudkan bahwa bacaan-bacaan lain yang ditulis orang lain dihasilkan melalui proses yang sama seperti yang dilihat dan dialaminya pada saat itu.
4) Mengembangkan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan
Pada langkah ini, barulah pembelajaran yang sesungguhnya dimulai. Berdasarkan hasil rekaman pengalaman berbahasa siswa, guru mengawali pembelajaran berbicara. Dengan cara membacakan ataupun memperdengarkan hasil rekaman pada siswa, guru mengajarkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan berbicara serta melatih keterampilan berbicara siswa sampai  akhirnya siswa mempunyai keberanian dan keterampilan dalam menyampaikan gagasan, pendapat, ide, dan menceritakan kembali kepada orang lain baik secara lisan maupun secara tertulis.


6.        PENILAIAN KETERAMPILAN BERBICARA

Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi  pada pelajaran berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).

Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu.

a)  Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?
b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku kata memuaskan?
c) Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakan?
d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
e) Sejauh  manakah “kewajaran” dan  “kelancaran” ataupun “kenative-speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?

Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui tugas bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifikasi dari penilaian Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).

Lembar Penilaian Berbicara
Nama : Pengamat :
Tanggal : Hasil :
Komponen yang Dinilai Skala Nilai Keterangan
Lafal                     5      4     3     2     1
Kosakata              5      4     3     2     1
Struktur                5      4     3     2     1
Materi                   5      4     3     2     1
Kelancaran           5      4     3     2     1
Gaya                     5      4     3     2     1
Jumlah                  5      4     3     2     1
Kriteria Penilaian:

A. Aspek Kebahasaan
a. Lafal
5 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi jelas.
4 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi kurang jelas.
3 Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi kurang tepat.
2 Pelafalan fonem kurang jelas terpengaruh dialek, dan intonasi tidak tepat.
1 Pelafalan fonem tidak jelas, banyak dipengaruhi dialek, dan intonasi tidak tepat.

b. Kosakata
5 Penguasaan kata-kata, istilah, dan ungkapan yang tepat, sesuai dan variatif.
4 Penggunaan kata, istilah dann ungkapan kurang tepat, kurang sesuai meskipun variatif.
3 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang dan kurang sesuai serta kurang bervariatif.
2 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai dan sangat terbatas.
1 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan tidak tepat, tidak sesuai, dan sangat terbatas.

c. Struktur
1 Hampir tidak terjadi kesalahan struktur.
2 Sekali-kali terdapat kesalahan struktur.
3 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan tepat2 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan banyak jenisnya.
4 Kesalahan struktur banyak, berulang-ulang sehingga mengganggu pemahaman.

B. Aspek Nonkebahasaan
a. Materi
5 Topik dan uraian sesuai, mendalam, mudah dipahami dan unsur wacana lengkap.
4 Topik dan uraian sesuai, kuarang mendalam, agak sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.
3 topik dan uraian sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.
2 topik dan uraian kurang sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.
1 topik dan uraian tidak sesuai, tidak mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap.
b. Kelancaran
5 pembicaraan lancar sejal awal sampai akhir, jeda tepat.
4 Pembicaraan lancar, jeda kurang tepat.
3 Pembicaraan agak tersendat, jeda kurang tepat.
2 Pembicaraan sering tersendat, jeda tidak tepat.
1 Pembicaraan tersendat-sendat, dan jeda tidak tepat.

c. Gaya
5 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, luwes.
4 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, kurang luwes.
3 Gerakan, buasana santun, wajar, kurang tepat, kurang luwes.
2 Gerakan, busana kurang santun, kurang wajar, kurang tepat, kurang luwes.
1 Gerakan dan busana tidak santun, tidak wajar, tidak tepat, dan tidak luwes.

0 komentar: